Pages

Sabtu, 16 Mei 2020

Pemilik Senyum Menyejukkan

Sebuah tulisan, tentang lelaki dengan senyum menyejukkan.

Aku melihat sosoknya. Berjalan melewatiku begitu saja. Sapa ? Ah tidak mungkin. Kami tidak bisa disebut kenal karna memang belum pernah berkenalan. Tapi, kami jelas tahu satu sama lain. Banyak waktu-waktu berlalu hanya untuk menatapnya tanpa orang lain memperhatikanku. Senyumannya yang ingin sekali rasanya itu ditujukan untukku. Sapaannya yang andai saja terdiri dari namaku.

Aku menatap bahunya dari belakang. Berjalanan mengikuti jejak langkahnya. Ingin rasanya aku menghampirinya dan menepuk pundaknya lalu "Hei". Ah, Lagi-lagi itu tidak mungkin. Siapa aku.

Melewati hari demi hari dengan menatapnya diam-diam tanpa sapaan dan perkenalan mungkin menjadi suatu rutinitas harian. Tentu saja aku menikmatinya. Hanya dengan melihat caranya tersenyum, sungguh menyejukkan.

Hingga sebuah malam perkumpulan membuat semua berubah. Aku duduk bersebrangan dengannya. Mencuri pandangan hanya untuk menatap sosoknya dengan jarak yang mungkin hanya satu meter jauhnya. Lelaki dengan senyum menyejukkan, ada di hadapanku, menyantap makanan tepat di hadapanku, aku mendengar suaranya, aku mendengar gelak tawanya. Malam itu, degup jantungku tak beraturan, secara tidak sengaja bibirku sudah menggantungkan senyuman.

Sejak malam itu, sosoknya begitu nyata. Aku tidak perlu lagi mengikuti jejak langkahnya. Karna kami bisa berjalan beriringan. Aku bisa melihatnya tersenyum menyapaku. Perasaanku dibuat tidak waras. Terlalu banyak kupu-kupu beterbangan di atas kepalaku.

Hari demi hari berlalu. Selalu ada pesan berbalas di setiap malam. Ada ungkapan rindu terselip dalam sebuah pesan. Aku yang terlalu takut untuk jatuh cinta, saat itu mulai tersadar bahwa ia telah membuatku merasakannya.

Hidupku mulai dipenuhi dengan sosoknya. Senyumannya, tatapannya, semuanya melengkapi setiap detik yang kulalui.

Lalu, tiba-tiba ada hening selama sembilan puluh hari lamanya. 

Hilang.

Tidak ada yang spesial setelahnya. Yang ada hanya malam-malam tanpa pesan. Rindu yang tak lagi terbalaskan. Tak ada lagi notifikasi pesan dari si pemilik senyum menyejukkan.

Tidak perlu bertanya-tanya. Karna tak semua pertanyaan harus memiliki jawaban.
Saling mengungkapkan perasaan bukan berarti harus sejalan.
Saling mencintai tidak melulu harus memiliki.
Terkadang kita dipertemukan memang bukan untuk dipersatukan.

--



Tenang saja, aku sudah mengikhlaskan.